PE-JU (Pendapat Jujur): Film Ghost Writer (2019) - "SEBUAH FILM HORROR DENGAN ROLLERCOASTER"

Amazing Ghost Writer fanart by @yoanasabina

Jujur dalam minggu kemarin, gue excited dan bingung di saat yang bersamaan.
Ada dua film lokal yang menarik banget buat gue tonton. Masalahnya, salah aktris favorit gue, Tatjana Saphira tengah membintangi kedua filmnya. Yak, gue resmi menjadi penggemar Tatjana semenjak film doi yang pertama gue tonton, Sweet 20 (2017). Jadi tentunya gue engga mau melewati kesempatan emas ini.

Kapan lagi ada aktor yang sama dalam dua film bioskop selain Reza Rahardian ?

Kedua film tadi adalah Ghost Writer dan Hit & Run.
Lucunya kedua film ini punya judul yang engga baru - baru banget di telinga kita.




Tentu saja gue harus menemukan satu yang akan di tonton lebih awal.
Setelah menimang - menimang secara serius dan matang selama kurang lebih 3 menit.

Pilihan gue akhirnya jatuh kepada film debut pertama bergenre horror-komedi karya Bene Dion dan produser Ernest Prakasa ini.

GHOST WRITER !!


FYI
, gue paling anti sama yang namanya film horror, tapi gas lah.

Oh ya, selamat datang di segmen PE-JU pertama.

Meskipun ulasan filmnya baru terbit setelah hampir 3 minggu setelah filmnya tayang di Bioskop.
*****

Intro

Film Ghost Writer bercerita tentang seorang penulis bernama Naya yang tidak sengaja menemukan sebuah diari tua milik sesosok hantu bernama Galih di rumah barunya. Naya yang saat itu sedang stuck dalam penulisan novelnya mendapatkan ide baru dari buku diari Galih.

Dengan persetujuan Galih, Naya di-izinkan menerbitkan diarinya tanpa boleh mengubah isinya. Namun di sisi lain, kerjasama mereka ditentang oleh Bening, sesosok hantu lain yang juga ada di rumah itu dengan suatu misteri yang berhubungan dengan masa lalu Galih.

Konsep film ini sebenarnya agak 'lucu', dalam kehidupan nyata Ghost Writer adalah sebuah istilah untuk penulis anonimus, namun di film ini arti Ghost Writer diterjemahkan secara harafiah, yaitu penulis hantu. Ya, jadi hantunya nulis!

Dengan konsep ini, tentu saja gue mempunyai sebuah ekspektasi tersendiri untuk film ini, mungkin karena ada salah satu sineas Indo favorit gue di film ini yang merangkap sebagai produser yaitu Ernest Prakasa. Gue menjadi penikmat karya doi semenjak filmnya Cek Toko Sebelah (2017).

Selain itu, film ini juga engga 100% menampilkan genre horror, tapi ada komedinya juga. Itu juga jadi alasan yang kuat kenapa gue penasaran akhirnya memutuskan untuk mau nonton film ini.

Kalau dari segi cast, ada komika Ge Pamungkas yang menurut gue bisa bikin pecah film ini dengan pengalaman komedinya. Disini Ge juga bakalan beradu akting dengan Tatjana Saphira, aktris cantik yang bikin penasaran banget gimana dia bakal memerankan karakter Naya didebut pertamanya memainkan film Horror.

Yak, kalau dari segi cast, produser sampai sutradara, film ini sih menjanjikan banget.
Bahkan kalau boleh jujur, ekspektasi gue lumayan tinggi.



Nilai plus film ini


Katanya engga suka film horror ?
Yaa.. Meskipun bukan fans film horror, tapi diluar dugaan gue malah menikmati film ini loh.

Beberapa adegan di film ini sukses bikin gue memejamkan mata untuk beberapa saat. Tapi dibagian lain, sisi komedik dari film ini bikin gue ngakak. Sisi komedik yang disajikan dalam film ini menurut gue di porsi yang 'pas', engga terlalu banyak, engga terlalu sedikit. Kalau soal garing atau lucu menurut gue sih personal. Ya soalnya ada aja penonton yang ketawa padahal masih tulisan 'Starvision'.
Tapi secara keseluruhan, jokes-nya emang gampang banget dimengerti.
Top markotop deh!!

Film Ghost Writer juga mampu merangkai genre horror dan komedi dengan cantik. Bahkan dari genre yang jarang di Indonesia ini, kita disajikan dengan sebuah cerita yang bukan kaleng - kaleng.

OH YA,
Dibalik genre horror dan komedinya, film Ghost Writer juga menyisipkan unsur drama di dalamnya. Film ini berangkat dari permasalahan umum sebuah keluarga yang sering terjadi di kehidupan nyata. Lengkap bagaikan Indomie dengan telur, film ini juga membahas tentang depresi, terlebih dampaknya bagi semua pihak akibat masalah yang terjadi.

Meskipun ceritanya kelam, Ghost Writer mampu membungkus semuanya menjadi sebuah konsumsi yang enak untuk dilahap penonton. Kalau menurut gue, dari masalah yang ada malah membuat sebuah 'titik temu' kepada penonton untuk gampang merasa empati dan relatable dalam berbagai aspek yang disajikan di film ini.

Penasaran masalahnya apa?

Nih gue kasih sedikit info;
SPOILER WARNING !!

[Membandingkan anak]

Bahas soal akting dan penempatan karakter, menurut gue Ge Pamungkas memerankan Galih dengan sangat apik. Galih sendiri dalam film ini berkarakteristik sebagai hantu yang pendiam dan kaku, tapi Ge Pamungkas bisa bikin ketawa diluar punchline dialog karakternya sendiri, bahkan cuma melalui ekspresi dan sorot mata. Peran pembantu dari Arie Kriting dan Muhadkly Acho juga ikut memeriahkan sisi komedik dari film Ghost Writer dengan permainan kata yang pintar.

Akting yang gue acungi dua jempol jatuh kepada om Slamet Rahardjo dan tante Dayu Wijanto yang berperan sebagai orang tua Galih dan Bening di film ini. Akting mereka selalu sukses bikin gue ikut merasakan pahitnya pengalaman mereka di masa lalu dan ikut terharu ketika merasakan momen penyesalan mereka dapat ditebus dengan sangat indah. Unch banget !!


Yang gue sayangkan dari film ini


SPOILER WARNING !!

Kekurangan pertama ini mengandung unsur spoiler cerita. Jadi untuk tahu seterusnya silahkan baca dengan resiko masing - masing

disini :

[Gue sebenarnya kurang ngerti kesepakatan / aturan main yang ada di film ini ketika hantu menyentuh objek disana. Menurut gue, karena kurang adanya kesepakatan dalam aturan main ini membuat ceritanya menjadi plothole. Di kilas balik kehidupan masa lalu Galih, ketika Galih hendak bunuh diri karena depresi, sosok hantu adiknya, Bening hanya bisa melihat kakaknya bunuh diri tanpa bisa menyentuh benda disekitarnya untuk mengagalkan upaya Galih tadi.



TAPI, ketika Galih sudah menjadi hantu, interaksi antara Naya dan Galih sering banget berbentuk fisikal, seperti jabat tangan, bersandar, dipeluk. Galih juga pernah berjabat tangan ke Vino, pacarnya Naya. Bahkan Galih sendiri bisa bantu Naya untuk mengetik naskah novelnya.



Jadi, kenapa di kilas balik kehidupan Galih, Bening engga bisa menyelamatkan Galih ?

Kalau Galih bisa berinteraksi fisik, apa yang membuat bening engga bisa? Padahal mereka kan sama - sama terbilang hantu.]

Peran Ge Pamungkas pas banget untuk pemeran komedi di film ini, tapi ketika sisi drama dari film ini mulai mendekap ke penonton, entah kenapa berasa sedikit kaku. Berbeda dengan akting Galih yang diperankan oleh Ge Pamungkas, Karakter Naya yang dilakoni Tatjana kadang terasa engga cocok ketika harus nge-jokes. Pada dasarnya karakter Naya memang lebih cocok untuk adegan yang lebih serius.

Ikatan emosi antara Naya dan adiknya, Darto kurang terbangun, karakter Naya kelihatan engga begitu dekat dengan adiknya dan terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Padahal tujuan karakter Naya mati - matian mengerjakan novelnya karena ingin adiknya masuk di SMA yang bagus. Dengan kata lain, Naya sayang dong sama adiknya. Eh, tapi bisa jadi ini juga suatu kesuksesan, apabila konsep awal filmnya memang diskemakan agar terlihat Naya selalu sibuk seperti itu.

Last but not least
,
menurut gue film ini terlalu sering menjatuhkan ketegangan dari skema horror yang sudah susah payah dibuat dengan komedi. Gue ngerti konsepnya biar penonton engga tegang - tegang banget, apalagi ini film keluarga, tapi dengan pola repetitif kaya gitu bikin gue jadi berpikir "Ah paling entar gajadi serem" ketika momen horrornya ada lagi. Meskipun gue akui ada beberapa scene yang serem banget, tapi dengan cepatnya dilengserkan sama sisi komedinya. Jadinya hantunya berasa engga punya "sisi" horrornya.
A.K.A TLTR; Too Long To Read



PUAS !
7.0 / 10

Film ini berhasil bikin gue tertawa dengan komedi yang ringan dan mudah dimengerti, membuat gue menutup kelopak mata dengan adegan menegangkannya, dan membuat gue menarik nafas panjang ketika dihadapkan dengan problematika cerita yang disajikan.
Gabungan ketiga unsur yang naik-turun tadi BERASA NAIK ROLLER COASTER BROO!!

Sebagai film perdana, menurut gue Bene Dion terbilang sukses menggarap Ghost Writer dengan baik. Walaupun banyak juga hal yang harus dipelajari untuk kedepannya. Film ini juga masih berkesan "Ernest" banget, apalagi dalam aspek drama keluarganya. Secara garis besar, untuk sebuah film dan dengan segala kelebihan dan kekurangannya, film Ghost Writer patut di appresiasi karena film ini sukses menyampaikan sebuah cerita yang krusial namun dikemas dengan sopan tanpa terkesan menilai / mengajari.

Kalau kalian nyari film yang enak buat ditonton bareng keluarga, gue bakal rekomendasiin untuk nonton film ini.

Apalagi untuk yang mau cobain rasanya film dengan genre Horror-komedi yang dibalut dengan drama keluarga bak film-film khas Thailand, ayo monggo ke Bioskop sekarang dan beli tiketnya selagi masih tayang.

Udah 1 juta lebih penonton yang menyaksikan film ini. Kalau kamu kapan nih ?





*lil notes*
Special thanks buat fanart gokil dari temen gue yang super unyu ini, Yoana. Bagus banget yoo!!

Makasih juga yang udah nyimak ulasan perdana Pe-Ju.
Ulasan ini murni pendapat gue pribadi, karena itu kalau ada salah kata, mohon maaf ya..

Sampai jumpa di segmen Pe-Ju selanjutnya yaa!!

- monyet

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Blank Page

Random Thought #2 : Layangan Yang Lepas

Berlomba Di Jalur Yang Berbeda